Bersyukur Menjadi Perawat

Oleh : dedi_hasan@yahoo.com

Bagi sebagian masyarakat Indonesia “Profesi Keperawatan” bukanlah merupakan profesi yang membanggakan, dapat dikatakan kurang diminati. Menjadi Perawat bukan prioritas pilihan hidup, Mungkin kita masih ingat dengan iklan populer yang selalu di tayangkan di media TV menceritakan angan anak-anak yang mengatakan “aku ingin jadi Dokter, aku ingin jadi Pilot atau aku ingin jadi Insinyur” namun tidak ada pernyataan aku ingin jadi Perawat.
Sebenarnya tidak perlu Kita bertanya kepada orang lain mengapa mereka enggan dan tidak menjadikan profesi Keperawatan sebagai prioritas pilihan hidup, alangkah bijaknya apabila kita bertanya kepada diri sendiri. Ketika baru saja lulus dari sekolah menengah lanjutan atas, apakah pilihan memasuki akademi Keperawatan telah menjadi prioritas pertama kita??? Mungkin hanya berapa persen saja yang punya pilihan seperti itu, akan tetapi kebanyakan teman –teman kita termasuk saya sendiri merupakan pilihan kedua, ketiga, pilihan orang tua atau bahkan pilihan terakhir karena sudah tidak keterima kemana-mana.
Ada real anekdot yang cukup menggelikan, kenapa saya sebut “real anekdot” karena benar-benar ceita ini terjadi. Teman saya dipaksa orang tuanya untuk kuliah di Akademi Keperawatan, dengan alasan mengikuti jejak kakanya yang telah lama lulus di Akper dan hidupnya sudah berhasil sejahtera jadi Mantri di kampungnya sendiri. Akan tetapi teman saya ini tidak mau dan tidak berminat untuk jadi Perawat dan Dia lebih suka ke Tekhnik sipil ITB, celakanya jadwal ujian di Akper lebih dulu daripada di UMPTN.
Dari perdebatan yang panjang dan sengit sekali antara orang tua dan anak, dimana masing–masing menginginkan pendapat mereka diikuti. Pada akhirnya teman saya ini mengikuti arahan orang tuanya dengan satu syarat Dia di perbolehkan mengikuti UMPTN juga. Kebetulan waktu ujian Akper lebih awal dari UMPTN, sehingga beliau mengikuti ujian AKPER yang kemudian diikuti juga dengan mengikuti ujian UMPTN. Persaingan di Akper berselisih 1:10 dimana dari 400 orang pendaftar dan yang diterima 40 orang, Hal tersebut terbilang cukup ketat dikarenakan Akper negeri. Sementara itu di UMPTN 1:25 jauh lebih sulit.
Dilihat dari angka persaingan diatas, tentunya sedikit kita bisa menduga bahwa peluangnya masuk Akper lebih besar dibandingkan lulus test UMPTN nya. Namun justru Teman saya lulus UMPTN sedangkan ujian Akper Dia gagal lulus, belakangan diketahui bahwa teman saya ini bercerita ternyata beliau menjawab soal-soal pada waktu ujian di Akper itu sengaja memilih jawaban yang salah. Konsentrasinya hanya berfokus pada UMPTN, sehingga dia benar-benar menggunakan kemampuanya untuk menjawab soal–soal dengan tepat.
Dari anekdot nyata tersebut Kita bisa mengambil pelajaran, ternyata pilihan menjadi profesi Keperawatan sebagian besar bagi masyarakat indonesia adalah bukan merupakan pilihan hidup atau bukan pilihan yang diminati.
Pertanyaan mendasar yang terbersit adalah mengapa pilihan untuk menjalankan profesi Keperawatan bukan sesuatu yang membanggakan/bukan profesi yang diminati ??? atau dengan kata lain kenapa kebanyakan orang lebih memilih profesi lainya ketimbang profesi keperawatan??? Ini merupakan sesuatu yang perlu kita cermati dan analisa kalau bisa memberikan solusinya karena bagaimana pun kita yang telah menjadi dan menekuni insane keperawatan mempunyai sedikit banyak tanggung jawab untuk mencarikan solusi sehingga menjadikan profesi ini maju dan berkembang seperti profesi-profesi lainya.
Menurut hemat saya, paling tidak ada beberapa alasan kenapa orang merasa enggan memasuki dunia profesi keperawatan antara lain adalah :
  1. Tingkat kesejahteraan yang relative rendah, bahkan kalau boleh dibilang sangat rendah, seperti kita ketahui teman-teman sejawat kita yang banyak bekerja di rumah sakit dan pusat-pusat pelayanan kesehatan masyarakat di daerah-daerah mereka hanya berpendapatan yang relative minim, dan bagi perawat yang mendapatkan pekerjaan sebagai “Perawat bantu” mereka mendapatkan gaji yang sangat-sangat minim atau tidak layak sama sekali. 
  2. Jenis pekerjaan yang relative berat jika dibanding dengan profesi-profesi lainya, selain kebanyakan jadwal kerja yang di shift dan aktivitas yang selalu dihadapkan dengan pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Hal ini memerlukan tingkat kesabaran dan ketelitian lebih, dimana yang kita sevis adalah manusia, unik dan bersifat komprehensif. 
  3. Tingkat penghargaan dari masyarakat secara umum belum begitu tinggi berbeda dengan di Negara-negara maju lainya dimana masyarakat umum sangat menghargai dan menghormati sekali dengan profesik eperawatan ini, dan saya kira ini juga merupakan tantangan tersendiri bagi insane keperawatan untuk membuktikan bahwa profesi ini bernilai tinggi dan sejajar dengan profesi-profesi lainya.
Terlepas dari cerita diatas dan opini yang berkembang di masyarakat Indonesia tentang profesi Keperawatan, barangkali ada sesuatu yang perlu kita cermati dan resapi secara mendalam terutama tentang keberadaan kita di negeri Kuwait ini sebagai insan keperawatan indonesia yang mana harus diakui senang ataupun tidak, ternyata kita sangat-sangat menikmati profesi keperwatan dan bekerja disini, paling tidak banyak sesuatu yang telah kita dapatkan karena kita bekerja disini, perantaranya karena kita sebagai perawat.
Cobalah kita sedikit renungkan, gaji yang didapat disini jauh lebih besar dari teman-teman sejawat yang bekerja di negera kita dengan tingkat level pendidikan yang sama, atau bahkan lebih tinggi. Kemudahan untuk menjalankan Ibadah haji dan Umrah bagi saudara kita yang muslim, dengan biaya relative murah dan usia kita yang masih muda-muda, adakah teman kita yang sudah menjalankan ibadah haji disana?
Sedikit banyak kita telah berperan membantu mengubah tingkat pendidikan, kesejahteraan keluarga, saudara, bahkan teman dan handai taulan kita. Banyak sekali teman-teman kita disini yang menjadi tulang punggung keluarganya, membiayai pendidikan adik-adiknya, memberikan modal untuk bisnis-bisnis saudaranya, membantu tetangganya yang kesempitan ekonomi, bahkan sebagian teman kita telah mampu menciptakan lapangan kerja dengan berhasil mendirikan UKM –UKM.bukankah ini sesuatu yang harus kita syukuri…!
Dan yang paling merenyuh hati, ketika pulang cuti (annual leave) tersirat di wajah orang tua kita, rasa bangga atas anaknya yang telah mandiri bahkan mampu membantu sesamanya.
Tidakkah kita mensyukurinya..!!! wallahu’alam bishowab.

Post a Comment

0 Comments