Penjajahan Intelektual

Oleh Muhammad Badrushshalih

Mahasiswa katanya seh change agent, agen perubahan, yang dapat merubah kondisi kurang baik menjadi lebih baik lagi. Merubah kondisi yang semrawut menjadi lurus. Lalu ketika sebuah nilai ujian tidak dikasihkan dan hanya sebuah nilai yang terpampang di bagian pendidikan dengan deretan huruf berjejer. Kita sekedar menjadi penonton nilai-nilai tersebut. Kalau mendapatkan nilai yang memuaskan, pastinya kita biasa aja melihat nilai kita. Namun, ketika nilai kita menjadi urutan nilai paling bawah, apakah kita akan bertindak hal yang sama??Tentu tidak.

Mengetahui nilai kita lebih jauh adalah salah satu hak kita. Kalau perlu kita bisa melihat lembar ujian dan memastikannya. Bukannya gak percaya, ini sekedar memastikan dan memuaskan pikiran dan hati yang kurang sreg dengan hasil yang ada. Terlebih ketika kita mengetahui sifat dosen yang sangat subjektifitas menilai seseorang. Ya..kalo subjektifitas tersebut sebagai patokan awal dalam penilaian, kenapa harus ada ujian?? Bukannya subjektifitas adalah pertimbangan kedua ketika nilai ujian tersebut tidak sesuai dengan perkiraan awal sang dosen. Misalkan seorang mahasiswa dengan karakter rajin kuliah, pinter, aktif. Namun, ketika melihat hasil ujian, ternyata nilainya kecil. Maka seorang dosen bisa menilai subjektifitas sang anak dalam keseharian. Kalau perlu dosen menanyakan langsung pada sang anak sebagai upaya klarifikasi. Tapi, nampaknya harapan seperti ini jauh dari harapan. Seorang dosen dengan puluhan mahasiswanya.

Di zaman yang serbab demokrasi (dalam hal pendidikan), seharusnya PENJAJAHAN seperti ini sudah tidak lagi kita dengar. Seorang dosen yang sekarepe dhewek memberikan penilaian kepada mahasiswanya. Sosok intelektual yang dipermainkan dengan egoisme pengajar. Haruskah dibuatkan UU dalam pendidikan dalam menangani permasalahan seperti ini, PENJAJAJAHAN INTELEKTUAL. Apabila memang sudah ada, haruskah dibuat pasal/ayat guna mengatasi tindakan semena-mena ini???

Post a Comment

0 Comments