Oligoasthenoteratozoospermia

Suasana sejuk menyelimuti Kota Satria pagi ini. Air surga telah mengguyur kota mendoan dengan rasa syukur. Tanah yang basah, gelembung air bening di ujung dedaunan masih nampak indah dengan kesuciannya. Bak sebuah kertas putih tanpa goresan, sebening kaca yang telah dibersihkan setiap waktu. Tanamanpun memiliki harapan tinggi untuk dapat memiliki generasi penerus karena benih itu diberikan kesempatan hidup dengan datangnya air surga. 
Harapan itu masih ada. Itulah yang ada di benak pemuda paruh baya itu. Pemuda dengan badan kekar itu, tak dinyana mendaftarkan diri di poli kebidanan dimana aku berdiri saat ini. Dengan penuh harap ia memberikan hasil pemeriksaan laboratorium sperma dari sebuah lab ternama di Purwokerto. 
“Mas, dokter yang jaga siapa?”, tanyanya sembari menundukkan kepala dalam rongga loket ‘kepengin punya anak’.
“Dokter Ali mas”, jawabku sembari menerima hasil lab dan memberikan senyum kepadanya.
“Ini hasil pemeriksaan lab kemarin. Saya bingung hasilnya. Jadi saya minta tolong untuk dibacakan, sekalian konsultasi’, jelasnya dengan logat jawa Purwokerto yang khas penuh harap.
‘Mas duduk dulu, nanti tunggu dipanggil”, pintaku pada pemuda berusia 30 tahun itu. 
Penasaran dengan hasil pemeriksaan tersebut, amplop kuning yang berisi lembar putih itu dengan segera kubaca. 
Studi di profesi membuatku banyak tahu hal-hal baru yang tak kudapatkan di bangku kuliah, termasuk membaca hasil lab. Sembari membaca hasil tersebut, akupun kembali melihat sosok pemuda itu. Betapa kuatnya kalian mempertahankan rumah tangga selama 9 tahun tanpa dikaruniai buah hati. Semoga Alloh memberikan kekuatan kepada kalian dan memberikan solusi terbaik bagi kalian. 
Terlintas dalam benakku berbagai permasalah yang muncul ketika dua insan yang telah lama menikah, namun tak kunjung diberikan amanah juga. Konflik awal yang terlintas dalam imajinasi kita, pasangan kalianlah yang bermasalah. Lalu kau akan segera memintanya untuk memeriksakan diri seperti pemuda ini. Namun berbeda dengannya. Mereka berdua tengah memeriksakan kondisi alat reproduksi mereka semenjak 2 tahun awal pernikahan mereka. Mereka telah berusaha untuk segera melihat sebuah kepala lahir dari sang rahim istrinya. Berbagai upaya dilakoninya, mulai dari dukun bayi hingga dokterpun telah ia upayakan. Dengan mengetahui hasil pemeriksaan lab untuk pertama kalinya terhadap bakal anak ini, ia berharap akan didapatkan hasil yang memuskan baginya dan mejadikan jalan keluar bagi permasalah pelik dalam keluarga mereka.
Dokter Ridlwan, residen yang menggantikan tugas jaga dokter Ali, membaca isi amplop kuning itu. Dilihatnya baris demi baris hasil dua lembar kertas itu. Sang pemudapun dengan penuh harap mendengarkan hasil yang menggembirakan baginya. Apapaun hasilnya, ia akan mencoba terus untuk mendapatkan buah hati.
Pemuda itu duduk berhadapan dengan dokter Ridlwan dengan didampingi saya, 2 koas wanita, seorang praktekan dari akper dan juga praktekan dari akbid serta seorang petugas administrasi poli.
“Bagaimana hasilnya, Dok?”, tanyanya penasaran. Sorot matanya terpancar cahaya harapan yang sangat tinggi. Air yang membasahi bola mata itu bersinar dengan besarnya optimisme dari dalam dirnya. Ruangan hening menanti jawaban dari dokter yang masih membaca hasil lab tersebut. 
“Bapak sudah menikah berapa lama?”, Tanya Dokter Ridlwan perlahan memecah kesunyian itu.
“Sudah 9 tahun, Dok”, jawabnya lirih. Pertanyaan itu membuatnya lesu, karena ternyata selama itulah ia tak mendapatkan buah cintanya yang dirindukan, mendengar tangisan yang membangunkannya di kelamnya malam, yang menjadi penawar lelah selepas kerja dan pembangkit semangat di saat bekerja. 
“Hasil pemeriksaan Bapak menunjukkan oligoasthenoteratozoospermia ’, jawab dokter perlahan sembari melihat hasil tes itu.
‘Maksudnya?Masih bisa ditolong kan, Dok?”, tanyanya penuh penasaran namun tetap dalam kursinya.
‘Hasil sel sperma bapak ada kelainan seperti jumlah, pergerakannya dan juga morfologinya’…
‘Kalau memangnya gak bisa lebih baik saya gak akan lanjutkan.‘, ujarnya dengan penuh pesimis memotong ucapan dokter. hancur, sirnalah harapannya mendengar keputusan itu. Harapan indah itu pecah menjadi kepingan mozaik-mozaik harapan.
“Gak boleh, gak boleh seperti itu’, ujar dokter mematahkan kepesimisan pemuda itu.
“Bapak masih mau punya anak kan?’, tanya dokter membangkitkan kembali semangatnya.
“Ya, setiap manusia menginginkan memiliki keturunan Dok”, sambungnya menjawab pertanyaan dokter.
Dokter Ridlwan berbisik dengan petugas adminitrasi menanyakan jadwal Dokter Ali.
“Oleh kaena itu, bapak jangan putus asa seperti itu. Insya Alloh kami akan usahakan. Sebulan lagi Bapak ke sini untuk kontrol sama Dokter Ali. Beliau spesialis untuk permasalahan bapak. Sekarang saya resepkan vitamin dan bapak perbanyak makan makanan jenis kecambah”, ujarnya sembari menulis di selembar kertas resep kuning berukuran seperempat kertas A4. Ia hanya diam merenungi hasil lab yang baru didengar dari sang dokter.
‘Ini resepnya, nanti bapak jangan lupa untuk kontrol,’pesannya kepada pemuda itu.
Harapan itu memang masih ada, namun entah apakah harapan itu hanya sekedar angan kosong ataukan memang ada sebuah optimisme yang membuat harapan itu teralisasi.
Pemuda itu mengurusi administrasi dan segera pulang untuk membicarakan hasil perbincangannya dengan sang dokter dan segera mencari solusi lainnya yang akan mempertahankan keutuhan rumah tangga mereka.

Post a Comment

0 Comments