Laki-Laki Butuh Bertarung

Perang, pada beberapa sisinya adalah kekejaman, air mata, dan bisa jadi darah. Akan tetapi perang jugalah sesekali pada bagian tertentu menjadi bukti 'cinta', lebih khusus cinta seorang laki-laki pada apa yang telah menjadi keyakinannya. Perang bisa jadi adalah takdir sejarah yang pilu, tapi cinta didalamnya telah membuatnya melindungi dan mengayomi. Itulah kenapa ada perbedaan perilaku, penaklukan Al-Quds oleh Sholahudin dan perebutan al-quds sebelumnya. Darah telah dibalas dengan pembebasan.
Napoleon mungkin cerita lain dari 'cinta' ini. Tubuhnya yang 'pendek dan gempal' tak menghalangi obsesi besarnya. Membawanya pada romantika perang yang unik, kejam, berdarah, dan cukup konyol saat memaksa pasukannya menempuh perjalanan salju yang panjang dan menjumpai kekalahan. Tapi tentu tidak demikian dengan Thoriq bin Ziyad yang membakar kapalnya hingga semua pasukannya tak bisa kembali sebelum meraih kemenangan atau 'mati' hingga ada Andalusia.
Setiap laki-laki seperti membutuhkan ruang untuk 'bertarung'. Bertarung untuk apa yang diyakininya, melibas rintangan, dan memenangkannya. Ada yang hanya berputar pada perebutan cinta, kekuasaan struktural, tapi ada yang bertarung memperjuangkan visi besar dalam membangun kehidupan. Membangun peradaban.
Apapun itu, ruang 'pertempuran' itu memang diperlukan. Maka jika kau tak bertarung untuk sesuatu yang besar yang kauinginkan, engkau tetap akan bertarung untuk hal-hal kecil. Disadari atau tidak. Karena kau butuh. Jika pikiranmu tak kausibukkan dengan 'pertarunganmu' dalam pembangunan peradabanmu, dunia bisnismu yang membawa kebaikan, dunia dakwahmu, dunia kariermu atau yang lain, engkau mungkin akan bertarung dengan teman kantor tentang sesuatu hal, memperebutkan cinta, membicarakan orang, atau apa saja. Sesuatu yang bisa jadi sangat kecil.
Itulah mengapa dalam kebiasaan, dalam ruang privasinya, pada sebagian sisinya, jauh saat tak ada yang tahu atau saat butuh lari dari masalah, laki-laki akan memainkan permainkan yang saling mengalahkan. Sepak bola, tembak menembak, renang berlomba mengambil koin, atau sekedar di depan komputer dan memainkan 'kekerasan'
Karena dalam darahnya, bisa jadi telah mengalir naluri untuk 'bertarung', dan sang pemimpin pertarunganlah yang paling mengerti romantikanya.
Maka itulah, seseorang yang telah memutuskan untuk 'bertarung', ia takkan mundur, sebelum semua cita-nya terwujud. Ia mengerti betul romantika perjalanan pertarungan menuju mimpi itu. Ia punya keyakinan, tekad, dan langkah yang tegas. Meskipun sesekali ia bertemu 'susah' atau 'kalah', ia mengerti betul bahwa menyerah juga berarti tak akan membuat epiknya berakhir indah. Hanya dengan terus melangkah dan bertarung, ia akan membuat romantika itu menjadi genap dan indah.
Biarlah sesekali ada derita, susah, ataupun mungkin lelah. Tapi tetes keringat terakhir bukanlah tanda untuk berhenti, tetapi tanda bahwa menapakkan langkah pertama untuk melanjutkan dan meneruskannya. Tetaplah tegar para pemimpi, tetaplah gagah para penantang matahari !

Sumber :
Gambar : Puspita

Post a Comment

0 Comments