Perawat Gak Lebaran

Malam syawal 2 tahun lalu menjadi lebaran penuh kenangan bagi kami. Saat itu dengan bahagianya saya yang baru memasuki stase pertama profesi bisa hadir berkumpul dengan keluarga di rumah. Karena gosipnya kami gak bisa libur lebaran. Alhamdulillah, akhirnya kami bisa mudik juga. Teman sekosanpun sudah menyiapkan segalanya untuk bertemu dengan keluarga di rumah. 
Sore itu, selepas shif pagi ku langsung pulang ke Cirebon. Ya, masih dengan seragam biru profesiku. Semangat perawat itu sangat besar. Aku ingin menunjukkan seragam itu pada keluargaku, khususnya bapak yang 2 hari lalu di rawat di rumah sakit. Aku gak tau kenapa dengan bapak. Kakak di rumah hanya mengabari bapak panas. 
Aku yang baru memasuki dunia klinik masih awam untuk menduga sakit yang dialami bapak.Karena yang ada dalam benakku hanya ingin berkumpul dengan mereka. Selain mengenakan seragam, nursing kit yang kudapat dari kampus tak lupa kubawa. 
Selama perjalanan tak luput tanganku dari Facebook. Status FBku saat itu adalah 'lebaran di rumah sakit'. Segenap rekan-rekanpun ikut simpati dengan statusku. Tiba di rumah sakit selepas maghrib. Kutemui ibu, kakak pertamaku beserta istri. 
Pemeriksaan umum seperti pengukuran suhu, tekanan darah dan tanda vital lainnya kontan kulakukan melihat bapak yang tak sadarkan diri. Jiwa perawatku hadir ketika melihat plabot infus kosong. Tanpa pikir panjang, aku langsung mengganti cairan infus kosong yang menggantung itu dengan plabot yang ada dekat tempat tidur bapak. Karena dengan badan yang cukup hangat kurasakan (setelah diperiksa suhu tubuh mencapai 40 derajat celcius), tentunya metabolisme tubuh sangat tinggi. Jadi perlu asupan yang cukup untuk mengganti cairan yang keluar.

Pak, Dede datang pake seragam perawat'. Bapak hanya terdiam tak ada respon. Kuhanya melihat bapak dengan pola pernapasannya yang lebih dari biasanya. 

Ya Rabb,berikanlah kekuatan pada bapak untuk melewati pelajaran yang Engkau berikan

Aku pamit pada ibu dan kakak ipar untuk pulang mandi sekaligus sholat isya dan ganti baju untuk persiapan menjaga bapak. 
Qodrulloh, selepas isya. Dalam do'aku saat itu betapa ada yang berbeda. Air mataku mengalir deras ketika mengingat kondisi bapak. Air mata yang turun tak tertahankan. 

Ya Rabb,berikanlah kesembuhan pada bapak dan apabila kembali padaMu adalah yang terbaik bagi bapak,berikanlah kekuatan pada kami untuk dapat sabar dan kuat untuk melepasnya

Telpon rumah berdering ketika ku dan kakak sedang mempersiapkan semua kebutuhan kami. 
Suara tangis terdengar dari arah telepon rumah. Suara kakak iparpun perlahan melemah terbawa suasana tangir di belakangnya. 

'Cepet ke rumah sakit', pinta kakak iparku dengan suara terisak
Aku dan kakak segera berangkat dan dalam perjalanan merenung dan menyiapkan diri dengan berbagai kemungkinan yang terjadi. 
Langkah cepat menuju ruang dimana bapak dirawat dan aku temui ibu dan kakak ipar tak kuasa menahan tangis ditemani tetangga kamar. Bahkan ibu pingsan beberapa kali. 
Ya, napas yang cepat tadi sudah terhenti. Bagian diafragma stetoskop yang aku tinggal di ruangan langsung kuletakkan pada dada, cek nadi. Semuanya melemah. Akupun langsung ke ruang perawat untuk meminta pemeriksaan EKG untuk melihat kelistrikan jantung. Ya, masih dengan nuansa kesal. Karena mereka tak kunjung datang. 
Dalam diri masih menyangkal apa yang ada. Namun, perhatianku saat itu sudah beralih pada ibu dan menenangkannya. Biarlah perawat ruangan melakukan apa yang seharusnya dilakukan.. 

Setelah selesai memeriksa jantung bapak, didapatkan hasil EKG yang flat, datar. Saat itu sudah tak lagi kuharapkan hasilnya karena sudah cukup kesal karena tindakan tersebut sudah jauh dari waktu yang kupinta. Dan entah apa yang sudah dilakukan terhadap bapak sebelum bapak berhenti bernapas. 
Saat itu, karena malam lebaran, tak ada dokter jaga seorangpun. Hasil pemeriksaan penunjangpun tak ada bacaannya. Sehingga pemeriksaan yang dilakukanpun terkesan percuma, karena tak ada intervensi hasil dari pemeriksaan yang ada. Namun, aku kembali tersadarkan bahwa semua adalah kuasaNya dan jalan untuk kami sekeluarga. 
Kakak keduaku telpon setelah kukabari bahwa bapak tak ada. Percaya atau tidak itulah kenyataannya. Kemudian ia merencanakan pulang dari Kalimantan esok hari. 

Adik-adik bapak berdatangan dan membawa ambulance untuk membawa bapak pulang. Sahabatku yang di luar negeri, Heri, langsung memberikan semangat melalui telpon genggamku. Begitu juga dengan rekan-rekan FB. SMS lebaranpun aku hiraukan. Karena yang kami tunggu hanya kehadiran kakak keduaku yang dalam perjalaan menuju tempat kelahiran bapak dimana tempat bapak akan dimakamkan.

Masih kusangkal suasana itu bahkan ketika kuberada dalam ambulance dan esok ketika bapak sudah dimandikan hingga kutulis catatan ini. Karena kau senantiasa hadir melalui apa yang telah kau ajarkan padaku, pada kami.

Semoga Alloh senantiasa menerima semua amal ibadahmu, teladan hidup kami.

Sesuatu yang hilang tak akan pernah kembali, yakni kematian. Siapkan diri untuk menjemput kehadirannya.

Post a Comment

0 Comments